Pemimpin Junta Myanmar Min Aung Hlaing Terancam Dikudeta Setelah Kekalahan Besar di Negara Bagian Shan

Pemimpin junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, 27 Maret 2021. [Foto: REUTERS / Stringer]
Mari berbagi

JoSS, MYANMAR – Kekalahan yang memalukan bagi pasukan junta militer Myanmar di Kota Laukkai, negara bagian Shan, telah menimbulkan gelombang kecaman terhadap kepemimpinan Min Aung Hlaing.

Pasukan junta yang sebelumnya dianggap tak terkalahkan kini terpaksa menyerah kepada pasukan pemberontak, menyebabkan sejumlah jenderal dan ribuan tentara junta tunduk pada kekuatan lawan.

Para pendukung junta mulai menilai bahwa Aung Hlaing tidak mampu memimpin, dianggap egois, dan lemah karena gagal mempertahankan kekuatan militer yang seharusnya tangguh. Kekalahan ini dianggap sebagai yang terbesar sejak kudeta militer yang dilakukan oleh junta Myanmar pada tahun 2021.

Dikutip dari The Irrawady, Juru bicara militer Myanmar, Jenderal Zaw Min Tun, menyatakan bahwa prioritas utama saat ini adalah keselamatan para personel junta dan keluarga mereka, serta menjaga hubungan baik dengan China.

Laukkai, kota strategis yang berbatasan langsung dengan China, kini berada di bawah kendali pasukan koalisi pemberontak.

Pasukan koalisi pemberontak, yang terdiri dari Pasukan Arakan dan Pasukan Pembebasan Nasional Ta’ang, berhasil merebut sekitar 500 markas junta Myanmar dan 17 kota penting, termasuk pusat komando di Shan. Kekalahan ini menjadi pukulan telak bagi junta, yang sebelumnya merasa kuat dan tidak tergoyahkan.

Total sekitar 2.400 tentara junta Myanmar dipaksa menyerah dan melucuti senjata mereka oleh pasukan pemberontak pada 4 Januari tahun ini menyusul kekalahan mereka di Kota Kokang, dekat perbatasan China.

Kokang merupakan pusat komando militer terbesar di negara bagian Shan. Sekitar 200 perwira termasuk enam jenderal juga dipaksa ‘bertekuk’ lutut. Namun, pasukan pemberontak mengizinkan mereka meninggalkan kota tersebut.

Sebanyak enam jenderal itu pun dipulangkan ke ibu kota Myanmar, Naypyidaw, dengan menggunakan helikopter.

Kekalahan ini juga menimbulkan nasib tragis bagi enam jenderal junta yang dipulangkan ke ibu kota Myanmar, Naypyidaw. Tiga di antaranya dijatuhi hukuman mati, sementara tiga lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup di penjara Kota Yangon.

Kudeta militer yang dilakukan oleh junta Myanmar pada tahun 2021, yang menggulingkan pemimpin sah negara tersebut, Aung San Suu Kyi, telah menimbulkan perlawanan keras dari sejumlah elemen demokrasi Myanmar. Kudeta ini memicu demonstrasi besar-besaran yang kemudian diredam dengan tindakan militer, mengakibatkan banyak korban jiwa dan perang saudara di Myanmar hingga saat ini. (lna)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*