JoSS, SEMARANG – Buku ajar “Teori-Teori Komunikasi Budaya” yang dipakai di Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Diponegori (Undip) diharapkan bisa beredar luas agar bisa dibaca oleh akademisi dan mahasiswa komunikasi di luar Undip. Buku berisi 9 Bab yang ditulis pengajar Prodi Ilmu Komunikasi, Dr Turnomo Rahardjo MSi, saat ini terbatas peredarannya karena fungsinya sebagai buku ajar.
Harapan itu disampaikan Dr Filosa Gita Sukmono SIKom MA, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dalam bincang buku “Teori-Teori Komunikasi Budaya“ yang digelar secara online, belum lama ini. “Kesan pertama setelah membaca buku ini, kita diajak memikirkan hal-hal dasar, yang konseptual, mulai dari definisi sampai cetak biru teori komunikasi,” kata Filosa.
Adapun kesan kedua yang ditangkap Filosa, pembaca diajak menyelami gesekan-gesekan antara budaya dan komunikasi dalam narasi yang cair. Sehingga teori-teori komunikasi dalam konteks komunikasi budaya menjadi mudah dipahami.
“Buku ini penting. Karena itu seharusnya bisa beredar secara masif dan luas,” ujar Filosa yang meraih gelar doktor ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran Bandung dengan disertasi berjudul “Dinamika Wacana Multikultur Dalam Film Indonesia Dengan Isu Minoritas Pasca 1998 (Analisis Wacana Kritis Film Gie, Tanda Tanya dan Soegija)”.
Sebagai pembahas, Filosa memuji penulis buku sebagai sosok yang intens dalam cetak teori-teori komunikasi dan studi komunikasi di Indonesia. Itu bisa dilihat dari tulisannya tentang cetak biru teori komunikasi sejak tahun 2005. Nama Turnomo Rahardjo juga akan berada di halaman pertama ketika kita memakai kata kunci “cetak biru komunikasi” melalui google search.
Baca juga: Undip Ranking 3 Nasional Alumninya Paling Dicari Dunia Kerja
Buku berisi 256 halaman ini terbit pertama pada Mei 2020 menjadi bekal yang sangat mendasar dan penting bagi mereka yang menggeluti ilmu komunikasi. Pokok bahasan cukup lengkap, mulai dari fondasi teori komunikasi, bagaimana teori diciptakan, dimensi-dimensi teori, cetak biru teori komunikasi, sampai pada pembahasan yang menyangkut komunikasi antarbudaya. Persoalan identitas, menegosiasikan perbedaan, kompetensi komnunikasi, adaptasi budaya dan perubahan serta mengkomunikasikan budaya bukan hanya diuraikan saja, tapi juga dilengkapi dengan latihan, rangkuman, tes formatif sampai ajakan memberi umpan balik atas materi ajar.
Turnomo Rahardjo selaku penulis buku secara jujur mengakui bahwa karyanya memang disiapkan untuk buku ajar mata kuliah “Teori-Teori Komunikasi Budaya” sehingga judulnya pun sama dengan judul mata kuliahnya. Sosok yang oleh mahasiswa akrab disapa sebagai Mas Hardjo ini mengakui pula karena statusnya sebagai buku ajar di Prodi Ilmu Komunikasi Undip, maka jumlah yang dicetak dan penyebarannya menjadi terbatas.
Mengenai permintaan agar buku bisa beredar di luar, alumni program doktor ilmu komunikasi Universitas Indonesia ini meminta waktu untuk berkoordinasi dengan pimpinan fakultas. Dia juga belum bisa memastikan apakah penerbit lain boleh mencetak dan mengedarkan bukunya. “Akan saya tanyakan dulu ke pimpinan fakultas yang menerbitkan buku ini,” ujarnya.
Ditanya tentang cetak biru teori komunikasi dan program studi komunikasi, Turnomo menilai saat ini masih merujuk pada sumber-sumber pemikiran filosofis (metateori) barat. Kalaupun ada yang digali dari timur, yang melakukannya orang barat sehingga masih memakai kacamata barat. Padahal cetak biru teori komunikasi adalah sarana yang memungkinkan untuk memahami perspektif dari setiap pemikiran teoritik tentang komunikasi dengan lebih baik, sehingga teori komunikasi timur harus dikembangkan (***)
Leave a Reply