Kerbau Mati Karena Gosip: Tragedi Komunikasi Masa Kini

Ilustrasi film kartun Ferdinand
Mari berbagi
Mas Awo

ENTAH sudah berapa kali di Group WA yang saya ikuti, ada posting cerita tentang “Kerbau Mati Karena Gosip”. Bahkan mungkin sudah beberapa versi dan hasil editing, yang entah kenapa masih suka muncul di postingan Group WA.

Sayangnya, setiap muncul postingan itu, tidak ada link atau sumber yang bisa dipakai untuk melacak atau merujuk siapa penulis asli kisah tersebut. Padahal, entah karena apa, masih banyak yang suka memosting ulang dan mengolah ulang kisah tersebut.

Karena penasaran, saya coba cari pertolongan Mbah Gugel selaku penguasa big data yang paling terpercaya. Dari mesin pencarian yang saya klik pada Jumat (6/3) tengah hari, ada beberapa portal dan web yang pernah memuatnya.

Setidaknya, menurut Mbah Gugel, ada sekitar 30.500 postingan yang ada terkait “Kerbau Mati Karena Gosip”. Dan yang ada di page pertama, yang terlihat lebih awal memosting cerita berantai tersebut adalah tribunnews.com yang sudah memuat pada 14 Okt 2015.

Memang yang dimuat tribunnews.com bentuknya cerita dengan alur bebas. Sementara yang terakhir saya terima sudah pakai penomoran. Begini isinya:

  1. Sepulang dari sawah, KERBAU rebahan di kandang dg wajah lelah dan nafas yg berat. Lalu datanglah seekor anjing, dan kerbau berkata: “Ah…, temanku, aku sangat lelah, kalo boleh besok aku mau istirahat sehari aja”.
  2. ANJING pergi dan di tengah jln dia berjumpa dg kucing, lalu anjing berkata: “Tadi saya ketemu kerbau, katanya dia besok mau istirahat dulu. Sudah sepantasnya sebab boss kasih kerjaan terlalu berat”.
  3. KUCING lalu cerita pd kambing: “Kerbau komplain boss kasih kerjaan terlalu bnyk dan berat, besok dia gak mau kerja lagi”.
  4. KAMBING pun ketemu ayam dan dia bilang: “Kerbau gak senang kerja dg boss lg, mgkn dia sudah ada kerjaan yg lebih baik”.
  5. AYAM pun berjumpa dg monyet dan dia bercerita pula: “Kerbau gak akan kerja lg untuk boss dan mau kerja di tempat lain”.
  6. Saat malam, MONYET bertemu dengan si Boss dan berkata: “Boss, si kerbau akhir² ini sudah berubah sifatnya dan mau tinggalin boss untuk kerja di boss yg lain”.
  7. Mendengar ucapan monyet, sang BOSS MARAH BESAR dan tanpa konfirmasi lg, dia lgsg menyembelih si kerbau krn dinilai telah berkhianat kpdnya.

Padahal ucapan asli kerbau:

“SAYA LELAH DAN BESOK MAU ISTIRAHAT SEHARI AJA”.

Lewat bbrp *teman* ucapan ini telah berubah dan sampai kepada sang boss menjadi: “Si kerbau akhir² ini telah berubah sifatnya dan mau tinggalin bossnya dan kerja pada boss yg lain”.

Kutipan saya ambil sampai di sini, karena setelah itu isinya terlalu banyak versi, bahkan ada yang menyisipkan pesan tertentu yang menurut saya kurang elok untuk dibagikan ke publik. Tapi inilah yang banyak terjadi sekarang.

Banyak berita, tulisan, atau bahkan video yang semula adalah informasi yang benar, karena ditambahi caption atau tulisan tertentu, maknanya menjadi lain. Kalau kita membaca teks tambahannya, kita bisa terkaget-kaget. Tapi setelah dicek sumber aslinya, ternyata informasinya clear, logis dan bisa dipertanggung jawabkan.

Ada lagi yang lebih canggih, yakni memasang video tertentu dan mengganti suara atau voice-nya, sehingga orang menjaid bingung. Yang paling mudah sosoknya laki-laki, suaranya perempuan. Atau video seorang perempuan meminjam suara pria yang aslinya sudah diposting di youtube.

Kita tidak perlu mempertanyakan kenapa orang melakukan hal seperti itu. Pasalnya, belum tentu si pengunggah mendapat untung dari postingannya. Bisa-bisa malah dapat masalah hukum. Tapi itulah dunia kita sekarang, jagat maya.

Fakta dan realita yang ada bisa berubah karena keisengan atau keusilan seseorang, yang tanpa disadari bisa mencelakakan subyek informasinya. Zaman informasi yang berkembang sangat cepat – konon pengiriman informasi sekarang sudah menandingi kecepatan cahaya, tidak mampu dikejar dan dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Lebih banyak yang tertinggal, dan tergagap-gagap di era yang disebut sebagai 4.0 ini.

Jadi, kalau tidak ingin menjadi korban dari tragedi informasi, atau setidaknya menjadi penyebab terjadinya tragedi informasi, kita mesti memperbaiki pemahaman yang paling elementer: TIDAK SEMUA INFORMASI DI MEDIA BISA DIPERCAYA.  Cek ulang setiap informasi yang kita terima sebelum kita pakai, atau kita share.

Sebenarnya, jauh sebelum ini, masih di zaman industri 1.0 seorang raja di Solo, KGPAA Mangkunagoro IV sudah mengajarkan 8 prinsip untuk bisa bekerja dengan baik, yang bisa kita pakai sebagai bekal atau pedoman memasuki era industry 4.0 yang sebentar lagi bisa saja menjadi 5.0. Ajaran yang ditulis tahun 1878 itu disebut Astagina yang terdapat dalam Serat Darmawisita. Isinya adalah delapan pituduh atau ajaran, yakni: 1. Nut ing jaman kelakone; 2. Rigen; 3. Gemi; 4.Nastiti papriksa; 5. Weruh etung; 6. Taberi tatanya; 7. Nyengah kayun; 8. Nemen ing sedya.

Itu ajaran yang sungguh menarik, dan bisa dicari dengan bantuan Mbah Google. Ajaran yang patut Anda pertimbangkan agar bisa unggul dan sukses di era 4.0 maupun di era 5.0. Selamat mencoba. *****

Baca juga: AS Masukan Indonesia Sebagai Negara Maju: Catatan Mas Awo (2)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*