Lahan Hutan Sosial Jatim Siap Panen Bawang Putih

Mari berbagi

JoSS, MOJOKERTO – Lahan hutan sosial di Provinsi Jawa Timur siap panen bawang putih. Panen bawang putih pada lahan seluas 42 hektare itu akan berlangsung April 2019.

Menurut Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Provinsi Jatim, Wahid Wahyudi, sebelumnya telah dilakukan kerja sama antara pemerintah, Perum Perhutani Jatim dan petani hutan untuk pengembangan hutan rakyat seluas 541 hektar.

“Dari luasan kerja sama itu, realisasi yang sudah ditanam bawang putih ada 42 hektare dan siap panen akhir April ini,” katanya, seperti yang dilansir dari MadiunPos, Rabu (27/3).

Wahid Wahyudi menambahkan, panen bawang putih tersebut bukan untuk konsumsi. Tetapi merupakan panen bibit bawang putih untuk dikembangkan lagi mengingat Jatim sendiri kekurangan bibit bawang putih.

“Selama ini komoditas bawang putih kita 95 persen masih impor dan hanya lima persen yang bisa diproduksi karena kekurangan bibit juga,” katanya.

Pemanfaatan hutan rakyat di Jatim, lanjut Wahid, tidak hanya untuk komoditas bawang putih. Tetapi juga tanaman lainnya seperti tanaman obat, tebu, rumput gajah, dan lainnya.

Baca juga: Hutan Belukar di Sleman Jadi Objek Wisata Tepi Kali

“Kelompok tani hutan atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bisa mengajukan lahan Perhutani yang kosong setelah bekas ditebang dua-tiga tahun, lalu bisa ditanami berbagai tanaman tapi juga dibarengi dengan menanam pohon yang ditebang sebelumnya sesuai habitatnya, misalnya pohon jati,” imbuhnya.

Ditambahkannya, pemanfaatan lahan hutan rakyat itu juga bekerja sama dengan Pusat Inkubasi Bisnis Syariah oleh Majelis Ulama Indonesia yang akan memfasilitasi antara investor yang memberi pembiayaan kepada petani.

“Dan itu sangat diminati karena mempermudah petani, dari investasi dibantu investor dan pemasaran dibeli investor mau pun dijual sendiri di luar,” ungkapnya.

Selain itu, kata Wahid, kebijakan perhutanan sosial dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah meningkatkan derajat ekonomi masyarakat desa hutan supaya bisa bekerja sama dengan Perhutani untuk mengelola hutan.

“Perekonomian masyarakat desa hutan bisa meningkat karena ada usaha seperti produk-produk dari hutan misalnya madu, benang sutera, kopi Gunung Welirang, dan banyak lagi yang punya nilai ekonomi tinggi,” pungkasnya. (nug/lna)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*