Pengusaha Mulai Ketar-Ketir Menghadapi Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS

Pelemahan Dolar AS
Ilustrasi (ThamKC/Getty Images)
Mari berbagi

JoSS, JAKARTA – Kalangan pengusaha di Indonesia mulai merasa cemas menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir. Saat ini, mata uang Garuda masih bertahan di level Rp 15.600 per dolar AS.

Pelemahan rupiah ini diprediksi akan memberikan dampak signifikan terutama bagi pelaku usaha yang bahan baku produksinya didominasi oleh produk impor. Sektor-sektor seperti industri manufaktur, makanan dan minuman, elektronika, tekstil, hingga petrokimia, semuanya menghadapi tantangan baru.

Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Vidjongtius, mengungkapkan bahwa harga bahan baku impor saat ini masih tinggi akibat pelemahan kurs rupiah. Ini tentu akan menantang produksi industri secara keseluruhan. “Tantangan utamanya adalah harga bahan baku impor yang masih tinggi dalam mata uang asingnya. Rupiah yang stabil akan sangat membantu industri,” kata Vidjongtius seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Meskipun demikian, Vidjongtius menilai bahwa pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini masih terkendali jika dibandingkan dengan kondisi akhir tahun lalu yang mencapai Rp 15.700 per dolar AS. “Pergerakan rupiah akhir tahun lalu ditutup di Rp 15.700 dan sekarang di Rp 15.600, sehingga fluktuasinya masih terkendali,” tambahnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, juga menyatakan bahwa banyak produsen di industri makanan-minuman mengandalkan bahan baku impor. Kenaikan kurs dolar AS berdampak langsung pada kenaikan harga bahan baku, yang juga berdampak pada biaya logistik dan peningkatan harga barang impor. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan mungkin harus mengorbankan margin keuntungan dan melakukan resizing.

Baca Juga: Catat! BCA Bakal Tutup Rekening Nasabah Saldo Rp0 Mulai November

Wakil Ketua Umum Koordinator IV Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto, mengungkapkan bahwa penguatan dolar AS akan memberikan dampak positif bagi manufaktur yang berorientasi ekspor, tetapi bagi pelaku usaha yang memiliki utang dalam dolar dan pendapatan dalam rupiah, pelemahan rupiah akan menjadi tantangan tersendiri.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno, menekankan bahwa penguatan dolar AS terhadap rupiah dapat menjadi berkah bagi eksportir yang mayoritas komponen produksinya menggunakan Rupiah, tetapi tidak semua eksportir akan mendapat manfaat karena masih ada yang bergantung pada bahan baku impor.

Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo, juga mengingatkan bahwa pelemahan rupiah dapat berdampak pada harga barang impor seperti minyak mentah dan beras, yang dapat memengaruhi inflasi yang langsung dirasakan oleh masyarakat.

“Kondisi pelemahan rupiah ini masih berpotensi berlanjut, terutama mengingat ketidakpastian eksternal, termasuk kebijakan The Fed yang masih hawkish dan risiko government shutdown AS,” ujarnya.

Banjaran menambahkan bahwa intervensi lebih kuat dari bank sentral diperlukan untuk menarik modal asing kembali ke Indonesia, dengan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi salah satu upaya dalam hal ini.

Namun, saat ini, nilai tukar rupiah masih terus tertekan di hadapan dolar Amerika Serikat, dengan pelemahan mingguan yang mencapai 1%. Tantangan ini akan berlanjut hingga akhir tahun, memerlukan intervensi yang kuat dari bank sentral dan perhatian khusus dari pemerintah untuk mengelola risiko yang terkait dengan pelemahan rupiah. (lna)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*