Akhirnya Mbak Tutut Soeharto Bantah Ibu Tien Meninggal Karena Tertembak

Kolase. Mbak Tutut - Ibu Tien dan Soeharto | Foto: kumparan/serumpi
Mari berbagi

JoSS, JAKARTA – Setelah berdiam dalam waktu sekitar 24 tahun, akhirnya putri sulung Pak Harto, Siti Hardiyanto Rukmana atau yang popular sebagai Mbak Tutut, menjawab rumors yang menyebutkan bahwa Ibu Tien Soeharto meninggal karena tertembak, resmi dibantah. Bantahan resmi Mbak Tutut tentang peristiwa meninggalnya Ibu Tien pada 28 April 1996 itu ditayangkan pada blg pribadinya, tututsoeharto.id sehari setelah peringatan 24 tahun meninggalnya Ibu Tien Soeharto.

Mbak Tutut secara rinci menyebutkan bahwa dia mendengar kabar di luaran, “Bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut,” tulis Tutut dalam catatannya di situs web tututsoeharto.id, Rabu (29/4/2020).

Dia mengaku berdiam cukup lama terhadap rumor dan berita bohong, yang entah siapa penyebarnya. Tutut merasa heran ada orang yang tega menyebarkan fitnah bahwa ibunya meninggal karena tertembak oleh adik-adiknya. “Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut. Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi. Tadinya saya akan diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,”tulis sosok yang aktif di PMI dan kegiatan kepemudaan ini.

Merasa ada yang harus dilakukan, “Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana. Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil,”katanya.

Keberanian Mbak Tutut membuka dan menjawab rumor ini, mendapat respons banyak media. Mbak Tutut yang kini berusia 71 tahun ini juga akan membagikan tulisan berjudul “24 Tahun yang Lalu”di akun Twitter-nya.

Baca juga: Refly Harun Sebut Pelarangan Mudik Langgar HAM, Presiden Diminta Tanggung Jawab

Mengenai saat-saat menjelang meninggalnya Ibu Tien, Mbak Tutut menceritakan saat itu dia tengah berada di luar negeri berkenaan dengan tugasnya sebagai Presiden Donor Darah Dunia. Waktu itu ada pertemuan organisasi donor darah di Prancis dan London. Namun begitu mendengar kabar ibunya telah tiada, dia memutuskan kembali ke Tanah Air. “Sebab saat saya berangkat, ibu masih segar bugar.”

Karena mengejar waktu, saat transit di Singapura, dia dijemput suaminya, dan langsung terbang ke Solo karena jenazah ibundanya telah berada di Ndalem Kalitan. Ketika berangkat ke lokasi pemakaman di Astana Giribangun Karanganyar, Mbak Tutut semobil dengan Pak Harto. Dalam perjalanan itu, Pak Harto menceritakan kronologi meninggalnya Ibu Tien.

“Ibumu pagi itu mengeluh, ‘Bapak, aku kok susah napas yo,’” kata Soeharto, seperti diceritakan Mbak Tutut.  Ketika ditanya bagian tubuh mana yang terasa sakit, Ibu Tien menjawab, “Ora ono sing loro, mung susah nafas, Pak (Tidak ada yang sakit, hanya susah nafas, Pak).”

Dari penuturan Pak Harto, ibunya lalu diberi bantal yang agak tinggi oleh Pak Harto agar bisa bernafas lega. Pak Harto kemudian memanggil ajudan untuk segera membawa Ibu Tien ke rumah sakit. “Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain,” itu yang dituturkan Pak Harto kepada Mbak Tutut dalam perjalanan ke Giri Bangun.

Mbak Tutut tidak bisa berkata-kata dalam momen itu. Dia memahami, betapa dekat ibu dan bapaknya, sehingga ketika salah satu tiada pasti akan terasa berat. “Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya,” tulis Mbak Tutut. (wid)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*