Pengamat : Tsunami Selat Sunda Sebetulnya Bisa Diprediksi

Mari berbagi

JoSS, JAKARTA – Pakar tsunami, Abdul Muhari mengatakan potensi tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam sebetulnya bisa diprediksi. Prediksi tsunami akibat tsunami, Abdul Muhari mengatakan potensi tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/12) malam sebetulnya bisa diprediksi. Prediksi tsunami akibat erupsi atau longsoran Gunung Anak Krakatau itu dapat merujuk pada peristiwa tahun 1883.

Ketika itu erupsi besar Gunung Krakatau menghancurkan sepertiga badannya, yang juga mengakibatkan tsunami.

“Yang sekarang massa gunung tidak sampai 30% dari besar Gunung Krakatau dulu. Tapi potensinya sama karena dia menyimpan tipe letusan yang sama dengan ibunya dulu. Ini yang sebenarnya saya warning ketika menulis opini di Kompas,” jelas Abdul Muhari seperti dilansir dari BBC Indonesia, Selasa (25/12).

“Bahwa potensi bahayanya ada di situ dan itu bisa saja meletus kapan saja dan dengan mekanisme yang tidak kita duga,” lanjutnya.

Tak hanya itu, beberapa kajian ilmiah sebetulnya pernah menyebutkan potensi tsunami akibat letusan atau erupsi Gunung Anak Krakatau.

Salah satunya jurnal tahun 2012 yang berjudul Tsunami hazard related to a flank collapse of Anak Krakatau Volcano, Sunda Strait, Indonesia.

Sayangnya, tak semua hasil penelitian dijadikan dasar pengambilan keputusan pemerintah pusat dan daerah.

“Artinya scientific based policy di Indonesia belum jalan sama sekali. Tapi kecenderungannya adalah meragukan dan menyalahkan hasil penelitian karena disebut menakut-nakuti iklim investasi. Ini yang salah kaprah,” ungkapnya.

“Kalau di Jepang, pembangunan ekonomi sudah menyatu dengan mitigasi bencana. Itu yang dijual ke calon investor, bahwa kalau anda mau investasi sudah aman lho dari tsunami. Sementara di Indonesia, ketika disampaikan bahwa suatu daerah rawan tsunami, dibalikkan dengan mengatakan penelitian itu kurang valid. Paradigma ini mestinya diubah,” beber Abdul.

Ia sangat menyayangkan lambannya respons pemerintah pusat maupun daerah dalam mengantisipasi bencana. Ketika bencana itu terjadi, pemerintah menanggapinya dengan menyatakan menjadikan peristiwa tersebut sebagai pembelajaran.

Persoalan lain, Indonesia sama sekali tidak memiliki alat pendeteksi tsunami yang diakibatkan erupsi gunung api, baik yang muncul di permukaan maupun di bawah laut. Padahal dari pengamatan Abdul, ancaman serupa bisa terjadi di wilayah Indonesia bagian Timur seperti Maluku.

Baca jugaUpdate Tsunami: Korban Meninggal 429 Orang, 154 Orang Hilang

“Banda, Maluku, Maluku Utara, Ternate, Tidore, itu dibangun oleh gugusan gunung api bawah laut. Gunung Gamalama itu kan masih aktif dan itu potensinya untuk membangkitkan tsunami juga sama,” jelas dia.

Salah satu alat yang Abdul sarankan untuk digunakan mendeteksi tsunami adalah wave gauge profiler yang ditanam di dasar laut. Negara yang menggunakan adalah Jepang. Dimana jarak 200 kilometer dari pantai terpasang demi mengukur tinggi gelombang di dasar laut.

Dibandingkan dengan buoy, wave gauge profiler lebih efektif. Sebab buoy kerap tidak berfungsi karena vandalisme dan tak terpelihara. Begitu pula dengan tidal gauge yang pemasangannya harus berada di pantai atau pelabuhan. Sehingga deteksi tsunami sudah pasti terlambat.

“Perangkat deteksi kita masih sangat-sangat di bawah standar,” ujar dia.

Hal lain, Indonesia tidak memiliki catatan gempa atau tsunami sebaik Jepang. Negara Matahari Terbit itu punya catatan sampai 200 tahun sebelum Masehi, sehingga bisa memprediksi daerah-daerah tertentu yang akan mengalami bencana serupa.

Sedangkan Indonesia cuma memiliki data valid tentang gempa dan tsunami dari tahun 1.600-an. Dan itupun tidak dilengkapi seberapa kuat guncangan gempa sehingga belum bisa dipetakan secara pasti potensi seismik. Padahal periode pengulangan sebuah peristiwa akan berbeda.

“Kita punya catatan dari Belanda dan Rusia. Jadi ada ilmuwan yang memetakan kejadian gempa di Indonesia dari tahun 1.600, namun itu cerita dan catatan kejadian.

Misalkan tahun 1.900 sekian ada guncangan di Batavia, kemudian air naik, rumah rusak, korban jiwa. Sebatas itu deskripsi dampaknya,” pungkas dia. (Joy) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*